Sudah jadi kelaziman, bahkan merupakan keharusan bagi
perusahaan untuk menetapkan strategi bisnis. Menjelang berakhirnya tahun takwim
perusahaan mulai menugaskan para manager membangun strategi untuk tahun
berikutnya. Banyak upaya dan sumber daya yang dibelanjakan untuk hasilkan
strategi, bahkan tak sedikit perusahaan yang menyewa konsultan untuk membangun
strategi bisnis agar lebih berhasil di tahun – tahun ke depan. Dan menjelang
tahun baru, jadilah strategi yang pembuatannya menghabiskan beratus jam kerja,
mengerahkan semua eksekutif, dan tak jarang harus meninggalkan kantor beberapa
hari hanya untuk rapat pembahasan strategi bisnis. Akan tetapi, setelah tahun
takwim mulai berjalan, strategi bisnis baik yang dikerjakan sendiri ataupun
yang dikerjakan konsultan, tak jarang yang berakir hanya sebagai buku
tesrsimpan rapi tampak indah dilemari pajangan. Perusahaan tetap saja dikelola
dengan gaya dan selera para pemimpinnya. Segala materi yang dibahas di ruang
rapat, ditulis sebagai dokumen perusahaan, seolah tak membekas sama sekali.
Manajemen perusahaan jarang atau bahkan tak pernah meninjau kembali untuk
melihat apakah hasil yang dicapai, atau kebijakan operasional yang dijalankan
sudah sesuai dengan strategi yang ditetapkan di awal tahun. Jika seperti ini
kondisi yang terjadi, beberapa hal yang layak dipertanyakan; seperti adakah
strategi yang dibangun sesuai dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan?
Apakah semua personal memiliki komitmen untuk menerapkannya, apakah pimpinan
perusahaan memberikan komitmen untuk menjalankannya, dan adakah mekanisme
pengendalian serta pengukuran kinerja sehingga setiap orang di dalam lingkungan
perusahaan dapat dengan mudah mengetahui prestasi dan kinerjanya masing-masing,
setiap orang dapat mengukur apakah kinerjanya sesuai dengan target yang menjadi
kewajibannya?
Artikel ini dimaksudkan untuk membahas bagaimana mengukur
kinerja individu, kelompok, department, divisi dan perusahaan pasca
diimplementasikannya strategi bisnis. Bila sumber daya utama perusahaan
(pasokan bahan baku, brainware, modal, sistem dan prosedur, serta teknologi)
sudah dimiliki, sasaran semua jangka (pendek, menengah dan panjang) sudah ditetapkan,
strategi bisnis sudah dibuat? apalagi yang diperlukan? apakah yang sudah
dimiliki saat ini menjadi jaminan teraihnya sasaran dan sukses perusahaan?
rasanya belum jaminan. lalu apa dan bagaimana yang mesti disempurnakan?
Secara umum, individu dan atau organisasi senantiasa ingin
terus tumbuh menjadi lebih baik dari masa – masa sebelumnya. Peningkatan
kapasitas individu, kelompok kerja, atau organisasi tak mungkin terlaksana
kecuali ada suatu cara untuk mendapatkan umpan balik (fedback), yang
didapat dari suatu mekanisme pengukuran. Bagi perusahaan yang ukuran bisnisnya,
jumlah asetnya, jangkauan usahanya, bidang usahanya, sejarah dan track
record masa lalu sudah mencapai nilai tertentu sehingga layak
dikategorikan sebagai perusahaan menengah dan besar, dapat dikatakan memiliki
hampir semua syarat yang dibutuhkan perusahaan tersebut untuk tetap eksis
alias survivesampai kurun waktu yang masih panjang ke depan.
Pertanyaan pertamanya, apakah sekedar survive? jawabnya tentu
TIDAK, apalagi bila memerhatikan kompentensi dan sumber daya yang dimilikinya,
suatu perusahaan sah-sah saja bercita – cita menjadi yang terbesar di sektor
yang digelutinya. Tak hanya terbesar ukuran bisnisnya namun pula terbesar dari
profitabilitas dan pertumbuhan bisnis dari tahun ke tahun.
Ambillah perusahaan pemegang konsensi eksplorasi migas
sebagai contoh untuk kita telaah strategi dan bagaimana mengukur kinerjanya.
memerhatikan sifat produknya, di sisi output rasanya tak perlu susah payah bagi
perusahaan untuk menjual migas hasil produksinya. Tak usah repot-repot pasarkan
ke luar negeri, pasar domestik masih membutuhkan energi migas dalam jumlah
sangat besar, bahkan rasanya tak akan pernah surut. Artinya, di sisi marketing
dan sales perusahaan migas tak terlalu habiskan effort dan energi besar untuk
memastikan produknya laku terjual. Jika di sisi output tak perlu banyak risau,
di mana mesti perlu perhatian besar?
Jawab singkatnya di faktor produksi, atau segala sesuatu
yang berkaitan dengan operasional. apa tantangannya di sini? Banyak. Di antara
yang banyak itu ada satu yang ingin saya sampaikan karena - rasanya sangat
penting, dan mudah-mudahan belum tersorot oleh "lampu strategi
bisnis" yang sudah dikembangkan, sehingga tulisan ini menjadi bermanfaat.
satu yang saya maksud adalah secara konsisten mengembangkan dan mengaplikasikan
alat ukur (parameter) kinerja.
Parameter kinerja? Ya. Kinerja individu, kelompok kerja,
department, divisi hingga korporat perlu diukur dengan benar, konsisten,
kontinyu dan konsekuen. Ukuran kinerja dapat dikelompokkan ke dalam dua
type dasar: yang terkait dengan hasil (output atau luaran seperti keunggulan
daya saing, kinerja keuangan, kinerja produksi, dan kinerja pemasaran), dan
yang fokus pada input penentu hasil (determinant inputs) seperti kualitas,
fleksibilitas, dan pemanfaatan sumberdaya (resource-based), dan inovasi.
Hal ini menyiratkan bahwa kerangka pengukuran kinerja dapat dibangun di
sekitar konsep hasil dan penentunya.
Mengapa kinerja perlu diukur dan perlu mendapat perhatian
ekstra? bukankah selama dan sekarang ini perusahaan telah menerapkan Key
Performance Indicators (KPI)? dan berbagai alat ukur kinerja manajemen
lainnya? apanya yang perlu diperbarui? Benar bahwa perusahaan telah menerapkan
berbagai management tools untuk memberikan gambaran pencapaian
dan prestasi. Persoalannya, adakah secara konsisten laporan kinerja tersebut
digunakan sebagai fedback bagi improvement?
layaknya peralatan instrument di pabrik memerlukan feedback sebagai
sarana kendali proses? apakah kinerja individu, kelompok kerja, departmen dan
divisi disajikan setiap periode secara terus menerus, sehingga upaya perbaikan,
jika terjadi penurunan atau penyimpangan, dapat segera diindentifikasi,
dikoreksi dan dilakukan tanpa menunggu sampai akhir tahun pada saat performance
appraisal untuk menentukan merit, kenaikan gaji maupun
promosi. ini yang saya sebut sebagaicontinuous performance managament system yang
kemudian disinergikan dengan management control system atau
sistem pengendalian managemen.
Yang perlu diperhatikan, disukai atau tidak, disadari atau
dilupakan, pengukuran merupakan langkah pertama dari perbaikan (improvement).
Perbaikan sebaiknya dilakukan setiap waktu atau segera setelah diketahui
terjadi defect, tak harus menunggu berakhirnya suatu periode operasi.
Dengan mengukur kinerja manajer tahu posisi relatif terhadap target atau
mengetahui apakah strategi bisnis yang ditetapak di awal tahun telah secara
optimal dijalankan. Para manager memegang data prestasi masing-masing untuk
mengetahui posisi kinerjanya relatif terhadap orang lain, kelompok lain, maupun
terhadap sasaran perusahaan. Bila prestasi pada suatu periode operasional di
bawah target, pimpinan di atasnya akan mengingatkan agar lebih giat, menambah
input dan atau memerbaiki proses kerja sehingga kinerjanya dapat kembali on
track.
Monitoring kinerja di lapangan relatif mudah dilakukan
seperti halnya monitoring kinerja proses operasional di fasilitas produksi yang
sudah terotomatisasi. Pertanyaannya, apakah juga mudah (dan kalau mudah apakah
sudah dilaksanakan) melakukan monitoring, evaluasi dan perbaikan kinerja
terhadap staf di kantor? Di mana variabel ukur tak sepenuhnya dengan mudah
diakses (muncul sendiri dari proses) atau diukur (karena sifatnya yang
kualitatif) atau hal-hal lain yang menyebabkan rendahnya objektivitas dalam
pengukuran.
Jika demikian, lantas bagaimana merancang dan membangun
sistem pengukuran kinerja, khususnya bagi mereka yang sifat pekerjaannya terus
menerus, susah diukur secara kuantitatif? Berbagai teori dan metoda pengukuran
kinerja telah disorongkan oleh pakar dan praktisi manajemen. Beberapa di
antaranya dapat diterapkan untuk semua jenis kegiatan usaha, dan beberapa
lainnya hanya cocok untuk jenis bisnis tertentu. Secara umum ada 20 item yang
layak menjadi perhatian dalam merancang dan menerapkan sistem pengukuran
kinerja, yakni sebaiknya:
1. sederhana dan mudah
digunakan,
2. tujuan pengukuran
terdefinisi dengan jelas dan mudah dimengerti oleh semua personel,
3. memberikan umpan balik yang
cepat,
4. mencakup semua elemen
terkait (internal, external, finansial dan nonfinansial),
5. dikaitkan dengan peningkatan
kinerja (performance improvement) tak hanya monitoring,
6. memperkuat (kembali)
strategi perusahaan,
7. berhubungan dengan sasaran
perusahaan untuk jangka pendek, menengah dan panjang,
8. cocok dengan budaya
organisasi (perusahaan),
9. tidak ada konflik dengan
sistem lain yang sudah berjalan,
10. terintegrasi secara horisontal dan vertikal
dengan struktur korporat,
11. konsisten dengan reward and
recognition system yang berlaku di perusahaan,
12. fokus pada apa yang penting bagi customer,
13. fokus pada dinamika persaingan di mana
perusahaan ikut menjadi partisipan,
14. mengupayakan identifikasi dan pengurangan
limbah atau kelebihan bahan baku (waste) guna mencegah kemubaziran,
15. membantu dan mendorong percepatan kapasitas
perusahaan dalam proses pembelajaran (organization learning),
16. membantu terciptanya konsensus untuk lakukan
perubahan tatkala harapan pasar/customerberubah atau strategi dan
prioritas mendorong perusahaan melakukan hal-hal berbeda dari yang sedang
berlaku,
17. evaluasi secara proporsional peran individu
dalam kelompok, peran kelompok dalam department, peran departmen dalam divisi
dan divisi dalam korporat,
18. seoptimal mungkin gunakan ukuran numerik yang
terstandar untuk semua sasaran perusahaan,
19. selalu tersedia untuk di-review setiap saat
dibutuhkan,
20. lakukan secara konsisten baik perusahan dalam
kondisi lancar maupun turbulen, bukan secara insidentil, hanya apabila muncul
situasi genting.
Guna memenuhi harapan di atas, sistem pengukuran
kinerja perlu memiliki:
1. kumpulan data (data base)
dan metoda penghitungan kinerja, baik yang diukur secara kuantitatif maupun
kualitatif yang kemudian dikonversi menjadi kuantitatif, yang terdefinisi
dengan jelas;
2. sarana yang dapat mengenali
perbedaan lokasi, unit kerja yang sifat dan kondisi kerjanya berlainan, hindari
mentalitas "one size fits all";
3. mekanisme re-evaluasi secara
periodik untuk mengetahui apakah sistem pengukuran kinerja yang berlaku masih
sesuai dengan lingkungan kompetitif yang terus berubah;
4. kemampuan untuk
mengidentifikasi kompetisi, melokalisir area yang bermasalah secara cepat dan
akurat, membantu perusahaan dalam memperbaharui objektif strategik dan dalam
pembuatan keputusan taktis guna mencapai sasaran dimaksud, dan
menyediakan fedback sesudah keputusan diimplementasikan; serta
5. kemampuan untuk memastikan
kompatibilitas ukuran kinerja pada setiap fungsi dan level.
Esensinya, dengan semua elemen/lapisan kinerja diukur maka
akan tercipta suatu organisasi yangperformance-nya top, soalnya kalau
kinerja dari satu elemen rendah, karena dideteksi dengan cepat, maka corrective
action dapat segera diambil untuk memperbaikinya. Akhirnya,
karena lingkungan usaha dan perekonomian terus berubah, manajer perlu secara
terus menerus meninjau dan menyempurnakan sistem pengukuran kinerja yang
digunakan. Kegagalan dalam modifikasi dapat menghambat kemampuan organisasi untuk
menjadi pelaku bisnis yang efektif dan efisien.