Jumat, 18 Mei 2012

Kenapa Orang Bagus Resign?



Jika orang-orang yang bagus meninggalkan perusahaan, lihatlah atasan langsung/tertinggi di departemen mereka. Lebih dari alasan apapun, dia adalah alasan orang bertahan dan berkembang dalam organisasi. Dan dia adalah alasan mengapa mereka berhenti, membawa pengetahuan, pengalaman, dan relasi bersama mereka. Biasanya langsung ke pesaing. Orang meninggalkan manajer/direktur anda, bukan perusahaan, tulis Marcus Buckingham dan Curt Hoffman penulis bukuFirst Break All the Rules.

Kalimat di atas adalah potongan yang saya kutip dari http://www.ridwanforge.net/blog/sindrom-resign-di-kantor-kenapa-yah.

Sungguh ironis memang tapi itulah kenyataan yang terjadi. Kebanyakan orang-orang berbakat dengan skill dan pengetahuan yang bagus serta berkualitas karakternya justru meninggalkan perusahaan yang menawarkan potensi karir yang bagus.

Kenapa hal ini bisa terjadi?

Gaji lebih besar, karir lebih bagus, suasana lebih nyaman, atau lebih dekat dengan kampung halaman adalah beberapa contoh alasan seseorang untuk resign. Tapi semua itu hanyalah alasan pelarian belaka dibalik alasan utamanya. Alasan ini sengaja disampaikan karena bagi mereka yang resign hanya inilah cara terbaik untuk keluar dengan cara yang baik tanpa meninggalkan kesan jelek atau merusak relasi. Singkat kata, semua alasan ini hanyalah basa-basi sekedar sopan santun saja.

Kalau mereka ditanya lebih lanjut dari pihak ketiga setelah keluar ataupun masih di perusahaan tersebut dan bakal resign, bisa dipastikan pada umumnya akan menjawab lebih kepada masalah personal. Mereka memilih keluar karena merasa tidak dihargai akibat pola kepemimpinan atasannya yang cendrung mengarah ke premanisasi.

Seorang pekerja siapapun dia tetaplah seorang manusia yang ingin dihargai dan dihormati hak-nya. Siapa yang tidak tersinggung jika dipermalukan di depan banyak orang dan parahnya di depan bawahannya. Harga diri selalu dijatuhkan hanya karena tidak bisa menyelesaikan suatu tugas yang jelas-jelas bukan karena kelalaian akan tetapi lebih kepada kerja yang sudah kelewat berlebihan.

Kenapa kebanyakan orang ketika menjadi atasan jadi berubah perangai dan tingkah laku hanya karena mendapatkan tekanan dari atas agar target tercapai? Mereka cendrung, para bos ini, mengandalkan kekuatan posisi dengan brutal. Mengobral ancaman pecat dengan kalimat yang sangat berlebihan, marah yang tidak memberi solusi hanya sekedar berteriak-teriak penuh makian yang jelas-jelas malah menunjukkan bahwa dirinya bagai orang tidak berpendidikan. Selalu mencari kesalahan anak buahnya dan menikmati ketakutan, kegugupan, ketidaktahuan, serta ketidakberdayaan bawahannya. Bahkan melakukan tindakan mafia hingga mencampuradukkan masalah kerja dengan keluarga orang lain. Lebih parahnya malah ada yang bertindak posesif hingga akan melakukan apapun agar karyawannya yang sangat dia butuhkan dan harapkan agar tetap bekerja di tempatnya. Contoh: kalau si karyawan ada ikut tes ke suatu perusahaan yang ada hubungan dengan perusahaan tempat dia bekerja, nge-bos, dia akan gagalkan dengan “mengingatkan” perusahaan yang dilamar si karyawan agar “tidak boleh memboikot” karyawannya.

Bos yang tipikal preman ini hanya akan menghasilkan dua akibat:

Karyawan yang terkekang

Karyawan yang tetap bertahan di perusahaan lama tapi memiliki mental pecundang dan penakut atau tidak punya pilihan lain karena sudah berumur, pendidikan rendah, dan berkeluarga. Pada kasus ini, si bos adalah pemenangnya.

Karyawan yang membangkang

Karyawan yang tidak tahan lagi akan mengambil tindakan berikut:
langsung resign meskipun belum ada kerja di luar
selalu melamar ke perusahaan lain dan bakal resign jika lulus
akan bekerja apa adanya

Untuk jenis kedua ini adalah lebih kepada masalah prinsip si karyawan. Dia rela mengorbankan potensi karirnya hanya karena dia tidak senang dengan karakter atasannya. Selagi dia bisa menahan perilaku “kekanak-kanakan” bos-nya, dia bersabar untuk bertahan sementara waktu hingga dapat kerjaan baru. Paling tidak setelah keluar dia bisa memulai lembaran baru. Dan jika mendapatkan tipe bos yang sama dengan sebelumnya paling tidak dia telah berhasil mengingatkan bos yang pertama bahwa jangan macam-macam dengan perasaan orang dan dia sudah berpengalaman untuk mengatasi tipikal bos yang sama di tempat yang baru. Kalaupun nanti sudah mencapai titik jemu, dia akan mencari tempat lain lagi.

Jadi, alasan orang keluar suatu perusahaan lebih kepada ketidakcocokan dengan bos-nya. Bukan karena gaji besar, karir lebih bagus, atau alasan klise lainnya.

Satu kata yang jelas dan tegas dari mereka adalah “Tidak ada yang suka dengan tipikal pemimpin yang mencontek gaya kepemimpinan Firaun dan pemimpin kejam lainnya!”

Pesan teman penulis yang resign karena alasan ini adalah

“Kita sama-sama digaji sebagai karyawan. Bedanya hanyalah pada posisi. Itupun karena anda sebagai bos lebih duluan berkarir ketimbang saya. Kalaupun anda sombong dengan kekuasaan sekarang apakah tidak pernah terpikirkan apakah anda pantas menduduki posisi sekarang? Apakah anda menjabat karena memang anda berpotensi di posisi tersebut? Anda boleh menjual murah kata pecat jika anda adalah pemilik perusahaan ini. Sudahlah jangan bertingkah norak lagi, cukupkan sampai disini dan mulailah berubah sebelum anda menemui batunya. Maaf jika menyinggung tapi adalah lebih baik jika kita tidak berhubungan lagi sebagai bos dan bawahan.”

Sekarang apakah yang penulis sampaikan ini benar atau tidak adalah tergantung pada kita semua. Yang jelas jika kita suatu saat diberi amanat menjadi atasan agar jangan pernah mempraktekkan gaya kepemimpinan preman! Contohlah kepemimpinan Nabi Muhammad (bagi yang muslim) atau Liu Bei (baca Sejarah Tiga Kerajaan).

Referensi

http://www.ridwanforge.net/blog/sindrom-resign-di-kantor-kenapa-yah
Read More